Jumat, 05 April 2013

Penalaran


·      Definisi Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

·      Metode dalam menalar

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
1.     Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
Jika dipanaskan, logam memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.

2.     Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

·      Konsep dan simbol dalam penalaran

Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

·      Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
1.     Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
2.     Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran

EFEK HARI SENIN


Apa yang terlintas di otak Anda ketika memikirkan tentang hari Senin? Atau apakah yang Anda lakukan ketika Anda bangun tidur dan menyadari bahwa hari ini adalah hari Senin? Pasti kebanyakan langsung berfikir untuk memulai rutinitasnya.
Kebanyakan orang mengawali hari Senin dengan mengeluh dan memasang muka cemberut ketika harus menghadapi rutinitas mereka kembali. Selain itu, banyak orang menganggap bahwa hari Senin berarti liburan dan waktu bersantai mereka di akhir pekan harus berakhir dan mereka harus memulai untuk menjalani aktivitas dan rutinitas yang tentu saja membosankan. Itulah salah satu alasan mengapa hari Senin sering disebut Monday Blues.
Banyak orang sering terlambat ketika harus pergi ke kantor, jalanan macet di sana sini pada Senin pagi. Dan tahukah Anda bila kebanyakan orang tidak akan bekerja efektif pada hari Senin. Hal ini sering juga dikenal dengan istilah sindrom hari Senin.

Saya sendiri adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak menyukai hari senin. Bisa dibayangkan, dihari senin saya harus menghabiskan waktu lebih dari 4 jam hanya untuk berpindah posisi dari rumah saya dibekasi menuju kantor yang berada di daerah benhil. Yang sebenarnya dihari lain paling lama hanya butuh 2 jam saja. Pernah ada kejadian dimana saya sudah tidak tahan dijalan, saya memutuskan untuk memutar balik kendaraan saya dan kembali kerumah.

Lalu saya sadari tidak mungkin jika setiap hari senin datang saya harus tidak masuk kerja. Saya mulai mencari solusi untuk ketidak sukaan saya dihari senin. Seperti agar tidak terlalu lama dijalan, saya harus berangkat 1 jam lebih awal dibandingkan dengan rata-rata jam orang lain berangkat kerja. Mempersiapkan apa yang kira-kira saya butuhkan untuk menghilangkan jenuh saat terjebak kemacetan. Dan yang paling penting adalah tidak menunda pekerjaan di hari terakhir kerja untuk dikerjakan di hari pertama kerja.

TREN GADGETS DI KALANGAN MAHASISWA


Tren gonta-ganti barang khususnya gadget saat ini sudah melanda seluruh lapisan umur. Dari anak SD hingga usia lanjut. Tren gonta-ganti gadget pun sebenarnya bukan hal baru, namun rupanya masih dijalani oleh banyak orang, terutama didukung banyaknya produk gadget baru yang makin meramaikan pasar dengan harga bervariatif pula.

Maraknya mahasiswa yang bergonta ganti handphone bisa dilihat dari sisi positifnya, yakni mereka belum mendapatkan fitur yang diinginkan. Namun begitu masih ada segi negatifnya, yaitu budaya konsumtif yang kurang cocok bagi para mahasiswa.

Gaya hidup atau lifestyle menjadi alasan sebagian orang untuk terus mengikuti arus perkembangan teknologi. Hal ini didukung oleh adanya anggapan bahwa masyarakat modern adalah mereka yang selalu mengikuti perkembangan teknologi, termasuk diantaranya perkembangan gadget-gadget terbaru. Walhasil, penggunaan gadget hanyalah sebagai prestise yang menunjukkan gaya hidup masyarakat modern, tak lebih. Pertanyaannya, efisien-kah?.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika Blackberry, satu dari sekian pabrikan gadget yang digandrungi saat ini - mengadakan pemotongan harga secara besar-besaran pada beberapa produk gadget mereka. Segera, bagai seonggok gula yang menggoda, para penggila gadget pun berduyun-duyun datang bagai semut. Ironisnya, demi mendapatkan gadget idaman, ribuan orang rela berdesak-desakan. Lucunya, tidak sedikit dari para pemburu itu yang mengerti benar penggunaan gadget yang diincarnya. Bahkan boleh dibilang, sebagian dari kita rela menebus harga jutaan untuk gadget tercanggih, hanya untuk fungsi-fungsi standar yang juga bisa didapatkan dari gadget dengan harga yang lebih terjangkau. Efisien kah?.

Gonta-ganti gadget adalah fenomena berikutnya yang menandakan tidak efisiennya masyarakat dalam ber-gadget. Hanya karena alasan takut dibilang ketinggalan jaman, sebagian dari kita rela merogoh kocek untuk berganti gadget secara rutin. Bosan adalah alasan lain yang menjadi faktor merebaknya tren gonta-ganti gadget. Hebatnya, terkadang kurun waktu pergantian gadget satu dengan gadget lainnya hanyalah beberapa minggu bahkan beberapa hari saja.

Sudah selayaknya bagi kita seorang mahasiswa yang dididik untuk jadi pintar, sebagai penemu dan pengguna teknologi, untuk menggunakan teknologi (terutama gadget) sesuai dengan kebutuhan. Karena pada dasarnya, manusia adalah penemu teknologi itu. Manusia bukanlah budak teknologi.